๐ Dapatkan Transkrip Cepat dan Murah Hanya Rp10rb/rekaman ๐
Transkrip berikut dihasilkan secara otomatis dari aplikasi Transkrip.id. Ubah audio/video menjadi teks secara otomatis hanya Rp10rb dengan durasi tak terbatas. Coba Sekarang!
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Kita ketemu lagi setelah tadi berpisah tidak terlalu lama senang sekali melihat malah tambah penuh.
Malah tambah penuh dan insya Allah akan terus penuh sampai nanti jam 10 malam.
Karena ini adalah sesi kedua teman-teman.
Dan untuk yang tadi mungkin tidak sempat menyimak sesi pertama.
Saya akan ulang sedikit lagi bagaimana alur diskusi kita malam hari ini pada tiap baca press.
Oke, jadi seperti tadi saya sampaikan formatnya memang sesuai kesepakatan dengan para baca press.
Formatnya bergantian, tadi yang pertama sesuai abjad sudah hadir Anies Baswedan.
Dan sesi ini akan hadir Ganjar Pranowo.
Untuk menyegarkan ingatan lagi, akan kita bagi menjadi tiga bagian ya dedek-dedek.
Yang pertama baca press akan menyampaikan gagasan atau spill gagasan selama 10 menit.
Yang kedua akan ada tanya jawab yang akan saya pandu berdasarkan urutan topik yang sudah teman-teman pilih.
Dan nanti kita akan tunjukkan lagi ada aplikasi barcode di layar.
Tolong di-scan dan tentukan pilihan topik apa yang kamu ingin bahas atau dibahas lebih dalam dengan baca press Ganjar Pranowo.
Dan setelah itu saya akan persilahkan kepada Sivitas Akademika yang namanya sudah saya peroleh sebelumnya.
Tetapi juga saya akan persilahkan secara random kepada teman-teman untuk bertanya pada baca press.
Saya juga akan membuka kesempatan untuk membacakan pertanyaan yang masuk lewat live streaming.
Sejak tadi tinggi sekali jumlah penonton yang menyaksikan lewat live streaming dari seluruh Indonesia bahkan dari manca negara.
Baik, kita akan langsung memulai sesi kedua dengan baca press Ganjar Pranowo. Kita berikan sambutan untuk Ganjar Pranowo.
Baik, sekali lagi tepuk tangan untuk bakal calon presiden.
Ganjar Pranowo yang juga malam ini pulang kampus tuh UGM.
Ganjar Pranowo yang juga malam ini pulang kampus tuh UGM.
Sekali lagi dong Ganjar Pranowo.
Apa kabar mas Ganjar? Sehat-sehat mas?
Alhamdulillah.
Pulang kampus ya?
Ya, beberapa waktu lalu disini pas kawan-kawan Maui sudah.
Pulang kampus, mas Ganjar masih ketua alumni UGM gak sih?
Sampai hari ini masih alhamdulillah.
Sampai hari ini masih ketua alumni UGM.
Eh tapi gak boleh ada konflik of interest loh, saya Ganjar aja.
Ganjar Pranowo, tapi gak apa-apa aku mau nanya.
Karena ketua keagama berarti seharusnya tahu UGM luar dalam.
Ya gak? Seharusnya. Jadi aku mau ngetes.
Aku mau ngetes.
Ketemu jodoh juga di UGM.
Tunggu-tunggu, mana istriku?
Itu lho mbak Tiko.
Oh ada anakku juga.
Halo.
Wah yang teriak cewek-cewek mas.
UGM juga?
Ya, ikut emaknya, ikut bapaknya, beda jurusannya.
Mas Ganjar, alumni, ketua keagama, harusnya bisa dites.
Tempat paling romantis di kampus ini.
Dimana mas Ganjar?
Buat saya, gelanggang mahasiswa.
Kenapa kalau gelanggang mahasiswa?
Ntar dulu, aku bukan anak UGM jadi gak tau.
Gelanggang mahasiswa itu tempat olahraga?
Gelanggang mahasiswa itu tempat bertemunya seluruh aktifis di sana.
Dari perbagai kekiatan seni, diskusi, demo, olahraga, semua dari sana.
Tapi sekarang sudah gak ada mbak.
Sama Bu Rektor lagi dibangun.
Yang panjangnya di depan gedung ini dari ujung sana sampai sini.
Kenapa itu romantis dulu?
Disitulah cerita saya bertemu dengan banyak orang.
Sabar.
Oh jadi Bu Atiko bukan satu-satunya?
Ya bukan, masa satu-satunya?
Belum, kan aku nanya mohon maaf ibu.
Maksudnya temen kan?
Maksudnya kan ini, tempat paling romantis.
Jadi sebelum Bu Atiko bertemu dengan banyak.
Oh iya, saya bertemu dengan yang di sana, saya taksir gak mau sama saya.
Saya ke fakultas sebelah, saya taksir gak mau juga.
Temu istri saya, dia satu-satunya yang mau.
I love you.
Dia aja yang mau mbak.
Dan akhirnya, ya cerita novel cintaku di kampus biru ya dia.
Buahnya sebelahnya itu sialan.
Oke tes kedua.
Paling romantis di gelanggang mahasiswa.
Kantin yang paling murah dan paling enak di UGM.
SGPC, tapi gak murah saat itu.
Saya gak terlalu murah, saya makan di SGPC.
Bayar sendiri kira-kira sebulan sekali aja.
Selebihnya di traktir.
Tapi itu yang paling murah dan paling enak?
Gak terlalu murah buat saya pada saat itu.
Tapi menurut saya paling enak, paling cozy bisa ketemu dengan temen-temen.
Dulu tempatnya masih di sebelah gedung pusat.
Terus habis itu pindah ke sebelah selokan Mataram.
Dan saya kalau datang ke sini, biasanya makan di sana.
Oke, lulus tes gak?
Lulus tes ya?
Tes seberapa UGM kamu?
Mas Ganjar, formatnya seperti tadi.
Akan dibagi tiga segmen.
Dan ini segmen pertama, Spill Gagasan.
Dua menit untuk Anda, Ganjar Peranowo.
Terima kasih Mbak Nana.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera untuk kita semua.
Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Rahayu.
Saya mau memulai dari cerita beberapa waktu lalu kita menjadi tuan rumah untuk KTT ASEAN.
Lanjut.
Di KTT ASEAN ini ternyata nama Indonesia betul-betul sangat dipercaya.
Sebelumnya adalah G20.
Maka kalau kita melihat, lanjut.
Kita akan menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara terpercaya yang berada dalam track yang benar.
Optimisme ini mesti dibangun.
Tentu ada mimpinya seperti yang ada di situ.
Mimpinya apa?
Menuju 2045, 100 tahun Indonesia.
Atau kalau mundur-mundur di 2050, setidaknya ekonomi kita akan melompat dari 17, rangkainya menjadi 4.
Itu akan bergantung kita dan yang duduk di depan saya.
Kira-kira itu.
Dan kira-kira teman-teman, kita punya PR yang tidak gampang.
Apa itu climate change.
Yang kemudian kita mesti betul-betul berpikir sangat-sangat serius.
Sangat serius pada persoalan ini.
SDM kita tidak unggul, gak akan bisa kita tangani.
Anggaran kita ada cukup, tidak bisa kita tangani.
Kepedulian tidak ada, no way.
Tidak akan bisa tertangani.
Pada sisi itu, saya kira yang hadir di sini, teman-teman yang duduk di depan ini, yang di atas, di balkon semuanya,
pasti akan menjadi bagian apa yang disebut sebagai bonus demografi.
Di layar terpampang, kelas menengahnya ada 44% dan kemudian tenaga produktifnya 69%.
Sebuah aset yang tidak main-main.
Tidak main-main.
Maka pada saat itu, inilah yang hari ini mesti kita siapkan betul untuk meraih itu.
Meraih dengan serius, menyiapkan dengan baik.
Dan hari ini saya senang diundang PUGM karena ini bagian atau menjadi center of excellence.
Kampus yang betul-betul sebenarnya bisa kita ajak, kita order untuk merancang itu dengan baik,
dengan data yang bagus, riset yang bagus, dan seterusnya.
Dan transformasinya ada 6 pilar.
Satu, soal pangan yang mesti dipenuhi, India sudah tidak mau mengeksplor lagi.
India tidak mau.
Vietnam, Thailand menahan diri.
Indonesia yang kaya banget, apakah cukup bisa meningkatkan produktifitasnya?
Apakah cukup SDM kita memberikan? Apakah cukup benda yang baik?
Apakah cukup supportan yang bagus?
Dan apakah ada off-taker yang bisa mengambil sehingga stabilitas saya tercapai?
Pangan, termasuk diversifikasinya.
Kembali lagi, yang berikutnya kemudian, kita bicara kondisi lingkungan yang tadi sepenggal saya ceritakan
karena global climate change, kemudian terjadi situasi yang memburuk.
Saya kira di beberapa tempat sekarang sudah mengalami gangguan ISPA karena polisi yang sangat luar biasa.
Dan kita mulai pelan-pelan untuk mendorong, mengingatkan, berkomitmen.
Sejak Kyoto Protokol, kemudian Paris Agreement, 190 negara saya kira,
dan COP besok akan diselenggarakan di Uni Emirat Arab, semua akan ditageh komitmennya.
Seserius apa, roadmapnya seperti apa, suka tidak suka, mau tidak mau.
Maka mengurangi gas emisi, ekonomi hijau, ekonomi biru yang menjadi potensi
untuk bisa kita kembangkan, itu yang mesti kita lakukan.
Maka teman-teman, pada saat itulah kemudian, tidak cukup, ledakan penduduk yang sangat luar biasa,
bumi saya kira sudah berada pada kapasitas yang berlebih.
Suka tidak suka, energi sangat dibutuhkan.
Tapi energi yang mencemari, rasa-rasanya, oke bro, metal dulu bro.
Energi yang mencemari pasti sudah akan ditolak, pasti sudah akan ditolak.
Tapi yang renewable yang mana? Apakah sudah cukup?
Panas soreannya sudah cukup belum?
Tenaga anginnya sampai di mana?
Jio termanya sampai di mana?
Ini yang menjadi PR dan ada 2 senario besar.
Senario moderat, 2034 kita 31,8 persen.
Di 2029 kita 23,5 persen.
Tapi kalau mau skenario optimis, kira-kira 2034 kita berada di 56,9 persen.
Berat, tapi kita harus lakukan.
Suka tidak suka, no choice.
Ini yang akan terjadi.
Maka pada saat itulah, kecepatan-percepatan yang harus dibangun itu tidak cukup mengandalkan hanya human.
Kita butuh alat.
Apa instrumen yang bisa membantu?
Artificial intelligence, dunia digital yang infrastrukturnya mulai disiapkan sejak sekarang,
agar di remote area pun menjadi fair.
Ada keadilan yang mereka terima sehingga dia bisa mendapatkan itu.
Dan kalau itu bisa berkembang sampai dengan ekonominya,
bahkan sampai ekonomi digital itu ada potensi yang bisa kita baca.
Saya coba mencari teman para pakar untuk menghitung, 4.531 triliun.
Tentang tantangannya sudah kelihatan.
Infrastruktur, literasi digitalnya yang mesti dipenuhi dan akselerasi yang mesti kita lakukan.
Kembali lagi, maka teman-teman, bapak ibu sekalian,
energi sudah, digitalisasi sudah, maka pendidikan dan kesehatan.
Tugas negara, tugas pemerintah adalah mengurusi orang sejak ibu hamil,
sejak kita masih dalam kandungan, sampai terlahir, kemudian meninggal.
Negara mengurusi semuanya yang ada di situ.
Maka modal manusia sehat.
Modal mereka yang sehat lahir batin adalah yang utama.
Teman-teman, kalau itu kita sudah punya, gak ada standing,
maka pertumbuhan jiwanya bagus, fisiknya bagus, otaknya bagus.
Begitu dikasih pendidikan bagus, mereka mendapatkan itu.
Pendidikan dan kesehatan yang baik.
Dan kalau itu sudah berjalan terus-menerus, maka kita bisa lihat,
lanjut yang tadi dari pendidikan, maka kita bisa lihat,
kondisi ya bidang kerja yang tidak sesuai sekarang 53,3 persen.
Ini orangnya kreatif terlalu punya talenta tinggi atau salah jurusan.
Ini yang terjadi.
Upah dibawah UMR masih 49, maka hari ini ini menjadi PR yang nanti mesti kita bereskan.
Dan tingkat pengangguran terbuka masih 5,83 persen.
Maka job creation yang hari ini betul-betul kita butuhkan.
Sekolah fokasi, investasi, dan hilirisasi yang mesti kita lakukan,
dan dari tenaga kita optimalkan sendiri.
Kecuali kita tidak mampu, mari kita kolaborasi.
Tapi transfer of knowledge, transfer of technologinya,
mesti dilakukan, harus.
Itu yang kita lakukan.
Dan mata kuliahnya, karena kita di kampus,
rasanya mesti dinamis dan menyesuaikan perkembangan zaman.
Adaptif.
Bu Rektor, saya kemarin menyampaikan pada teman-teman,
rasanya MKDU-nya ditambah.
Tidak hanya kemudian kita bercerita yang sudah ada,
plus pelajaran digital.
Rasanya anak-anak yang sekarang ditambahi ilmu itu,
inovasinya berkembang dengan sangat luar biasa.
Sangat luar biasa.
Maka menjemput hilirisasi yang akan dilakukan,
mesti disiapkan SDM-SDM yang unggul.
Kembali.
Kalau kita melihat seperti itu,
ini semua berjalan dengan baik.
Tidak akan bisa berjalan mulus-mulus saja,
kalau penegakan hukumnya Mimbley,
korupsinya Jamaah,
dan sistem kemudian tidak bisa mengakomodasi itu.
Akhirnya, bocorlah di mana-mana.
Ini problem yang kemudian mesti kita tangani.
Kita lihat saja,
kalau dari grafik yang saya munculkan itu,
antara yang orange dengan yang biru,
berapa kasus dan berapa tersangkanya.
Tapi, menghukum tidak cukup.
Mencegah jahat lu lebih baik.
Maka memberikan pendidikan anti-korupsi,
sejak dini rasanya menjadi sebuah kewajiban.
Membangun integritas dari dini.
Dan tantangannya,
kebiasaan korup, kebijakan korup,
sistem aturan korup, dan praktek yang korup.
Saya kurung di dalamnya.
Apa karena aktor, regulasi, atau kelembagaannya.
Ini yang kemudian menjadi kita tata,
sehingga penguatan aparat pendekat hukum
oleh jaksa KPK dan kepolisian is emas.
Termasuk reform di masing-masing kelembagaannya.
Kembali lagi.
Maka teman-teman,
kalau kita melihat dari ini, next.
Ada tiga fondasi,
melipat-gandakan anggaran untuk meng-cover itu,
melakukan digitalisasi di dalam dunia pemerintahan
agar lebih cepat dan membasmi korupsi.
Ada regulasi, sistem dan kelembagaan,
dan aktor yang harus dilakukan.
Terakhir,
maka ingin saya sampaikan bahwa lanjut,
ada tujuh yang kemudian mesti kita sampaikan.
Membangun SDM produktif,
sebagian tadi saya sampaikan,
stabilisasi harga pokok yang mesti kita lakukan,
dan kemiskinan mesti dihapus,
setidaknya yang ekstrim musti nol.
Kerjaan sudah dimulai.
Memperkuat jaring pengaman sosial,
sampai dengan hilirisasi menuju industrialisasi,
kelasnya dunia.
Dan tingkatkan nilai tambah infrastruktur
yang hari ini sudah dibangun oleh pemerintah
sebagai fondasi yang kuat,
dan mari kita kembalikan alam Indonesia jauh lebih baik.
Terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Mas Ganjar Pranowo, terima kasih.
Boleh dipersilakan duduk Mas Ganjar.
Kita akan mulai ngobrol Mas,
sambil saya menunggu hasil polling,
daftar apa yang teman-teman yang hadir
dan juga yang menyaksikan ini,
mau dibahas bersama Anda.
Tapi sebelumnya saya ingin memulai dengan isu yang rame sekali Mas,
seminggu terakhir.
Apa itu?
Dan saya ingin dapat klarifikasi langsung dari Anda Mas.
Perihal tayangan azan,
yang menampilkan sosok Anda di stasiun televisi,
milik Haritanu,
yang kita tahu adalah seorang ketua partai
yang mendukung pencalonan Anda sebagai presiden.
KPI bawas lu memang sudah bilang tidak ada pelanggaran.
Tapi video azan itu sudah menimbulkan
banyak persepsi beragam di publik Mas.
Sampai sejauh ada yang bilang,
Ganjar Pranowo sedang memainkan politik identitas.
Jadi saya mau tanya langsung ke Anda.
Apa niatan dan maksud Anda Mas,
masuk TV, berwudu, sholat, di tayangan azan?
MNC punya tim kreatif, kemudian mengajak saya,
dan saya pastikan dia punya kepentingan yang lain,
apakah untuk company-nya, apakah untuk kepentingan yang lain.
Dan kemudian dia mengajak saya,
dan saya sampaikan,
saya tidak punya sejarah politik identitas.
Identitas saya adalah yang seperti ini,
dan kita melakukan hal yang biasa,
dan kemudian semuanya menilai,
hasil akhirnya Mbak Nana sudah sebutkan.
Mas, diajak oleh MNC,
dan Anda katakan pasti punya kepentingan lain.
Kalau kepentingan Anda pribadi,
mau diajak apa Mas?
Saya sebenarnya diajak pada banyak program berikutnya,
dan nanti Mbak Nana boleh menunggu.
Sudah kita siapkan program berikutnya yang lain,
dan pasti akan juga tayang di sana,
dan pada saat itu saya hanya mengingatkan,
kalau ini nanti masuk pada wilayah kampanye,
tolong dipertimbangkan.
Kecuali bukan wilayah kampanye,
silakan Anda pakai.
Dan itu akan terjadi.
Apakah berarti Anda memanfaatkan masa belum kampanye ini,
ketika belum ada aturan yang spesifik akan menarget,
dan juga memanfaatkan Anda belum dinyatakan resmi
sebagai cawan presiden,
untuk menunjukkan ganjar peranamu seorang yang religius?
Saya akan menunjukkan diri saya sendiri.
Saya menunjukkan saya suka lari,
saya menunjukkan saya komunikasi dengan masyarakat,
saya menunjukkan sikap-sikap yang lebih jelas.
Sekali lagi, saya tidak ada dalam sejarah politik,
menggunakan politik identitas.
Boleh dicek.
Jadi Anda membantah keras politik identitas bermain di azan itu?
Mbak, ada identitas saya yang banyak dibaca.
Mbak Sajah sudah mengidentifikasi saya dengan identitas saya.
Pulang kampus?
Pulang kampus.
Di UGM.
Tapi kemarin hari, saya orang yang pernah kuliah di UI,
UI juga menyampaikan politik identitas saya.
Mas Ganjar pakai batik makaradong gitu.
Identitas saya kan banyak, tapi itu tidak saya jual.
Karena pada sisi yang lain, saya bertemu dengan bante,
saya bertemu dengan pendeta dan pastur,
dan itu di-upload lebih dulu sebelum cerita-cerita ini,
dan kemudian muncul statement Mbak Nana,
yang saya agak terkejut.
Baik.
Mas Ganjar.
Tadi dengan Mas Anies,
saya memulai perbincangan dengan membuka LHKPN, Mas.
Silahkan.
Jadi saya juga ingin membuka LHKPN, Mas Ganjar.
Dengan senang hati.
Yang memang sudah terbuka untuk publik, kita akan tunjukkan.
Dan saya sudah laporkan LHKPN terakhir saya,
lima hari kurang, kurang lebih tiga hari setelah saya selesai.
Mas ini yang terbaru enggak ya, ketika kekayaan Anda 13,45 miliar?
Kira-kira segitu.
Kira-kira segitu.
Enggak, ini tahun 2022 Mbak.
Ada yang lebih baru yang mungkin KPK belum melakukan,
dan sekali lagi, tiga hari setelah saya pensiun sudah saya laporkan.
Lebih kaya atau lebih miskin, Mas?
Iya, masih segitu karena setelah itu saya punya hutang untuk bangun rumah saya di Jogja,
dan saya jual rumah saya yang ada di Cibubur,
sehingga kemarin harus anjlok dulu,
tapi naik sedikit ketika kemudian saya menuntaskan seluruh pekerjaan saya.
Masih sekitar angka-angka itu.
Mas Genjar, saya tanyakan ini salah satunya karena diskusi soal betapa mahalnya
kalau ingin jadi pejabat atau kalau masuk dalam kontestasi politik di negeri ini.
Biaya politiknya mahal sekali.
Apa rencana Anda untuk bisa membiayai, ada ilustrasi Mas Genjar,
untuk TPS saja, TPS kurang lebih itu nanti akan ada 810 ribu.
Jadi kalau satu TPS, satu saksi, satu saksi dikasih satu juta,
itu sudah 800 miliaran lebih sendiri, baru soal TPS.
Belum yang lain-lain, mahal sekali.
Bagaimana strategi Anda untuk bisa membayar biaya yang besar itu Mas?
Ada yang lupa Mbak Nana sampaikan, seolah-olah saya sedang berjalan sendiri.
Tidak.
Ada partai yang mengusung, dan besok itu Mbak,
untuk pertama kalinya pilpres dengan pilihan legislatif bersama.
Maka sekarang soal pembiayaan dari partai menyiapkan sehingga nanti,
saksinya kan tidak sendiri-sendiri, saksinya bersama.
Maka secara sistematis kami melakukan pelatihan saksi.
Siapa mereka?
Ada partai-partai pengusung, kader-kader partai, termasuk para relawan.
Sehingga sebenarnya pembiayaan gotong roya sudah disiapkan oleh mereka.
Saya ternyata tidak diberikan tugas untuk itu.
Maka perjalanan saya sesuai dengan apa yang menjadi pendugasan saya sebagai seorang capres.
Itu kalau baru satu unit, ada lagi unit-unit yang lain tentunya.
Betul.
Dan ada sebenarnya ketentuan di dalam undang-undang pilpres,
pilihan legislatif itu, donasi bisa dilakukan kok sehat terbuka.
Yang penting satu, bisa transparan, bisa akuntabel,
dan kemudian pasti akan diminta pertanggungjawabannya ketika kemudian mereka harus melakukan
selama perjalanan kampanye sampai kemudian diakhir.
Itu.
Saya kira model pembiayanya sangat beragam.
Seorang anak muda Indonesia yang tinggal di Amerika,
tiba-tiba telpon saya, saya tidak terlalu kenal.
Kemudian dia datang dan dia menyampaikan beberapa pengalamannya,
dia mengikuti kontestasi dua pilpres yang ada di sana,
dan ternyata dia menjadi salah satu tim suksesnya di sana.
Lalu dia sampaikan kepada saya,
Mas saya mau bantu, saya gak kenal tapi saya mau bantu Mas Ganjar.
Apa yang kamu bantu?
Saya punya aplikasi.
Aplikasi ini bisa kita pakai untuk berkomunikasi dengan publik,
menyampaikan gagasan, ide, dan sebagainya,
termasuk bagaimana fundraising dilakukan.
Ada dua.
Donasi yang bisa diberikan oleh mereka,
dan yang kedua kita bisa menjual merchandise di sana.
Saya kira ide-ide kreatif inilah yang kelak,
kemudian perlu kita akomodasi yang datang dari anak muda itu.
Mas Ganjar, soal pendanaan partai politik.
Anda pernah mengusulkan agar partai politik mendapat bantuan dana
1 triliun setiap tahun dari APBN.
Apakah Anda masih pada gagasan yang sama Mas?
Ini Anda sampaikan tahun 2021.
Betul.
Gagasannya masih sama?
Masih, sebenarnya tidak itu Mbak.
Lebih jauh lagi ketika saya masih di DPR RI.
Menarik sih sebenarnya, ada hu-nya tadi.
Ada teman-teman saya yang menjadi dosen ilmu politik di sini.
There are no democracy without political party.
Tidak ada demokrasi tanpa partai politik.
Tidak ada calon presiden yang tidak diusulkan oleh partai politik.
Tapi kalau gubernur kepala daerah, bisa.
Boleh perorangan.
Apa yang mau saya ceritakan?
Pernah saya menjadi tim lobby, pernah saya menjadi ketua pansus,
pernah saya menjadi anggota pansus.
Ketika menyusun undang-undang parpol dan pemilu, termasuk pilpres.
Saya ada di dalamnya.
Saat itu berbincanglah semua orang,
sampai dalam sumber pembiayaan partai politik adalah badan usaha milik partai.
Tapi apa yang dilakukan? Diputuskan? Tidak ada yang setuju Mbak.
Lalu partai hari ini suaranya hanya digaragai sedikit sekali.
Sehingga akumulasinya bergantung dari representasi seluruh jumlah yang ada.
Apa yang terjadi Mbak? Duitnya sedikit.
Kemudian berangkatlah dua tim,
satu pergi ke Amerika, satu pergi ke Jerman.
Lalu membandingkan dua.
Amerika saya kira lebih pada personal yang masuk.
Tapi sistem kepartai yang ada di Eropa berbeda, Jerman berbeda.
Maka kenapa banyak sekali yayasan atau stiftung yang ada di sana?
Konrad, Frederik Nauman stiftung.
Contoh-contoh itu yang kemudian mendorong,
saya tanya sama anggota parlimen sana,
duit Anda gede banget?
Iya, kami gede banget.
Kami melakukan kaderisasi partai, itu sumber rekrutmen kader.
Kami menyiapkan pemimpin,
kami menyampaikan gagasan dan ideologi ke seluruh dunia,
dan kami membiayai dari itu.
Mbak, kalau tidak ekstrim multi partai,
tapi simple multi partai yang kita lakukan,
maka apa yang terjadi?
Partai tidak terlalu banyak.
Kalau partai tidak terlalu banyak,
satu triliun untuk sebuah perjalanan demokrasi tidak terlalu banyak.
Tapi ada catatannya Mbak,
karena ini duit negara,
maka pengelolaannya harus transparan dan akuntabel,
dan BPK turun untuk memeriksa itu.
Maka fair menurut saya.
Dan di tengah banyaknya program yang Anda usung Mas,
seberapa ini akan jadi prioritas?
Karena misalnya Mas,
kalau sekarang kan aturannya itu seribu rupiah per suara sah teman-teman.
Jadi yang paling besar dapat APBN itu sekarang partai Anda Mas Genjar,
dapat PDE Perjuangan karena suaranya terbanyak,
dapat uang APBN-nya juga terbanyak, 27 miliar.
Kecil.
Itu kecil ya Mas?
Banget.
Dibandingkan dengan?
Mbak, Anda mau melakukan kaderisasi seperti apa Mbak?
Maka kalau partai kemudian sebagai sumber itemen kader,
dia harus mengedukasi, ya kadernya, ya publik.
Lalu Anda ingin mendapatkan seorang pemimpin yang tumbuh dari sana,
Anda berharap 27 miliar?
Untuk melakukan itu Mbak, tidak bisa.
Agarnya blended.
Saya umpama bagaimana cara saya mengembangkan diri saya sendiri.
Bagaimana kemudian saya pernah berhubungan dengan banyak sekali,
lembaga-lembaga donor yang ada di sana dan kami diskusi.
Itu yang kemudian kita lakukan.
Oke, dan seberapa itu akan jadi skala prioritas Anda Mas Genjar?
Atau ini tidak terlalu penting dibandingkan agenda prioritas Anda?
Sorry Mbak, dua hal berbeda dari pertanyaan ini.
Jangan konfus dulu Mbak.
Itu anggaran untuk partai Mbak, tidak untuk Pilpres.
Maka kalau kemudian kita akan agendakan itu,
tentu itu ranah partai.
Ranah saya adalah ngurus negara.
Ranah saya adalah dalam konteks Pilpres.
Maka bukan dengan anggaran itu kita gunakan.
Tapi yang saya ceritakan pertama.
Lalu kami akan lakukan sudah yang tadi kami sampaikan,
tiga fondasi Mbak.
Fondasi pertama adalah bagaimana kemudian anggaran itu bisa naik,
tidak bocor, kemudian kita bisa membiayai sekolah.
Yang miskin bisa mendapatkan sekolah terbaik sampai di UGM ini
atau di perguruan tinggi yang lain.
Dan kemudian guru, dosen bisa mendapatkan penghasilan yang layak,
risetnya bagus, persoalan diselesaikan oleh mereka secara kolaboratif.
Digitalisasi pemerintahan agar governance lebih baik.
Agar kemudian integritas terjaga.
Dan sekali lagi Mbak, tidak bocor.
Karena kalau kita ketemunya masih orang-orang terus menerus,
tidak bisa Mbak, pasti akan terjadi negosiasi.
Dan korupsinya mesti dibasmi.
Tiga saja yang menjadi fondasi utama.
Mas Ganjar, saya akan tunjukkan hasil polling topik yang ingin dibahas malam ini bersama Anda.
Silahkan.
Kita lihat ada pilihan enam topik.
Yang paling tinggi korupsi dan penegakan hukum, Mas.
Pasti.
Jadi nyambung ke yang tadi Anda katakan soal itu.
Oke, masuk ya.
Masuk Mas.
Masuk.
Nyambung ternyata.
Masuk Pak Eko.
Masuk Mas Ganjar.
Korupsi dan penegakan hukum, Mas.
Saya mau tanya soal ini, Mas.
Ketua Umum Anda, Mas.
Ibu Megawati Soekarno Putri.
Ibu Mega sempat mengeluarkan pernyataan,
bubarin saja KPK, tidak efektif.
Saya mau tanya, Anda sependapat dengan Ibu Ketua Umum?
Dalam konteks penegakan hukum,
boleh nggak ada slide yang bisa ditampilkan ya,
dari sisi hukum tadi.
Baik dari jumlah penindakan kasus korupsi yang ada di Indonesia 2018-2022,
biar semua publik audiens tau sikap saya.
Sebagai capres.
Agar tidak terjadi konfus,
siapa berpendapat,
siapa yang sedang duduk di sini.
Kita sambil tunggu slide-nya disiapkan, Mas.
Silahkan.
Baik, lalu saya tanya,
tantangannya tadi sudah saya sampaikan pada teman-teman.
Yang pertama, kebiasaan kita korup.
Kerja nyogok, mau dapet proyek nyogok,
dan kemudian ketemu seseorang, ketangkap OTT, KPK,
siapa? Aktor, analis aktor.
Atau barangkali kebijakan yang korup,
karena regulasi menguntungkan sebagian,
dan kemudian itu dijadikan seolah-olah ini untuk kepentingan bersama,
tapi yang bermain itu beberapa orang saja.
Atau sistem aturan yang korup dari kelembagaannya.
Jangan-jangan memang aturannya kurang bagus.
Atau terakhir, ya prakteknya yang tiap hari tertoler,
itu sudah biasa kok, gak apa-apa.
Namanya juga orang kuasa, power tends to corrupt.
Gak bisa. Ini tantangannya.
Maka saya tuliskan, Mbak, di dalam solusi ini.
Penguatan kejaksaan KPK dan kepolisian yang disebut sebagai APH.
Clear?
Jadi tidak sependapat bahwa KPK harus dibubarkan,
malah justru harus dikuatkan.
Sepakat dikuatkan.
Sepakat dikuatkan.
Artinya, Mas,
saya mau follow up dengan pertanyaan yang lebih konkret.
Artinya, apakah ketika nanti Anda menjabat presiden,
KPK akan dikembalikan lagi independensinya?
Tidak seperti sekarang?
Dikuatkan.
Revisi, Mas?
Revisi, apakah kemudian akan dikembalikan?
Karena revisi undang-undang KPK di nilai banyak pihak,
itulah problem utama.
Kenapa KPK kita sekarang melempem?
Harus saya jawab ketiga kalinya.
Satu, dikuatkan.
Dua, revisi regulasi.
Revisi regulasi, Mbak,
itu membutuhkan satu treatment sendiri.
Political interplay.
Mbak, kenapa kemudian dalam konteks politik,
ketika seseorang berkuasa,
di sana ada yang mengontrol, namanya parlement.
Orang boleh sinis soal parlement,
tapi ilmu paling dasar check and balance system dalam trias politika itu ada.
Bukan tidak.
Para ilmuwan pendahulu filosof sudah melakukan itu.
Maka yudikatifnya yang akan melakukan,
tapi yang memproduksi regulasi adalah parlement.
Maka kenapa dalam sebuah kekuasaan yang kemudian sedang berjalan,
kepemimpinan yang sedang berjalan,
seringkali terjadi lobby.
Seringkali terjadi, seperti praktek Pak Jokowi,
yang kalah pun diajak.
Partai yang lain pun diajak.
Kenapa? Agar terjadi penguatan sistem.
Meskipun kuatnya itu bisa tertuduh nanti itu oligarki.
Tapi itulah effort yang bisa dilakukan.
Kalau kemudian semua dalam satu barisan sepakat,
maka apa yang akan dilakukan itu bukan hal yang sulit.
Penguatan lembaga, KPK, Anda sudah memberikan komitmen akan memperkuat KPK.
Bagaimana dengan polisi, Mas Ganjar?
Sama, Mbak.
Polisi kurang kuat, Mas, sekarang.
Sangat.
Sekarang orang...
Terlalu kuat?
Bukan.
Hari ini orang membicarakan polisi secara terbuka kok, Mbak.
Betul.
Secara terbuka.
Saya kira sudah ada tim reformasi kepulitan yang dilakukan.
Orangnya juga banyak yang representatif dari banyak kelompok masyarakat.
Dan salah satu nama yang saya ingat adalah Nachwa Shihab.
Anda tim reformasi percepatan reformasi hukum.
Dan rekomendasi kami memang seperti itu, Mas.
Salah satunya itu.
Dan menurut saya rekomendasi dari kelompok independen yang dibentuk oleh negara,
mewakili negara kan Mbak ya,
mestinya dipakai dong.
Suka atau tidak suka, tinggal kita berbicara.
Ketika itu iya, maka bagaimana caranya?
Cara kemudian diberikan kepada publik sebagai bentuk partisipasi dan accountability.
Maka kemudian semuanya akan didorong bagaimana itu bisa lahir.
Maka pada saat saya sekolah, diajarkan oleh profesor saya,
apa itu political interplay dan apa yang dimaksud sebagai political appraisal.
Agar kemudian itu bisa berjalan.
Sesuai kehendak rakyat.
Kehendak rakyat, Mbak.
Tinggal itu saja.
Adakah satu ide konkret, Mas, soal reformasi kepolisian,
hal yang akan Anda lakukan spesifik, apakah dalam penguatan kelembagaan,
atau dalam hal seleksi masuk menjadi polisi,
atau dalam hal peningkatan kualitas profesionalisme mereka,
dari sekian banyak reformasi yang diperlukan di tubuh kepolisian ini,
mana menurut Anda yang jadi urgent sekali?
Dua.
Satu sistem, dua aktor.
Tidak ada yang tidak pernah mendengar pendekar keadilan yang luar biasa dikejaksaan.
Baharudin Lopah.
Itu yang teriak mahasiswa hukum.
Mahasiswa hukum dan orang makassar seperti saya.
Idola Almarhum Pak Lopah.
Saya mengidolakan beliau.
Apa yang terjadi?
Ketika sistemnya baik, aktornya gak baik, ternyata gak jadi, Mbak.
Ketika sistemnya kurang baik, aktornya lebih dominan, itu bisa lebih mendrive.
Maka ada dua.
Maka yang mesti dilakukan adalah sistem yang kemudian diperbaiki,
dan memilih aktor.
Tentu ini bukan sesuatu yang mudah seperti ketika saya mengucapkan hari ini.
Tapi harus saya sampaikan karena Anda bertanya.
Mas Ganjar, kita akan lihat lagi.
Boleh tadi nomor duanya apa ya?
Nomor satu kalau tidak, tadi kan sudah.
Nomor duanya soal lapangan kerja, Mas Ganjar.
Silahkan.
Lapangan kerja.
Mas, Anda menyebut divisi Anda salah satunya.
100 persen lulusan terserap dunia kerja atau berusaha.
Konkretnya apa Mas Ganjar?
Apa strateginya ketika Anda menyebut 100 persen lulusan terserap dunia kerja?
Siapa sih Mbak yang bisa menentukan bahwa calon tenaga kerja ini kualifikasinya seperti ini?
Industri dong?
Perusahaan dong?
Pertanyaan berikutnya.
Teori lama mengatakan adakah link and match dengan dunia pendidikan?
Teori lama Mbak.
Diomongkan terus sih tapi.
Maka konkretnya adalah bagaimana link and match ini betul-betul bisa dilakukan?
Berapa kebutuhan tenaga kerja?
Spesifikasinya apa?
Kapan dibutuhkan?
Maka seperti cerita manpower planning, itu bisa dilakukan dari awal kok.
Buat saya, kasih aja penugasan di kampus.
Kasih penugasan di sekolah vokasi.
Saya punya cerita kecil.
Saya tidak tahu apakah cukup bisa mewakili ya Mbak ya.
Saya berasal dari orang keluarga tidak mampu dan kami bersusah payah untuk bisa kuliah dan lulus dari sini.
Dan itu merubah nasib keluarga kami.
Dendam, jelek ya Mbak dendam.
Tapi harus saya ungkapkan jujur, saya dendam pada kemiskinan.
Maka pada saat saya menjadi gubernur, saya buat SMK Jateng.
Tiga Mbak sebagai ujucoba.
Hanya menerima dari kelompok miskin.
Tetap, kami bayar penuh boarding school.
Mbak sampai hari ini 100% lulusannya terserap.
Dan pada saat itu di tengahnya, kita bekerja sama dengan industri.
Industrinya saya izinkan Mbak.
Sebagai teaching industry dan mereka boleh merubah kurikulum.
Pertanyaan saya, apakah kita di dunia pendidikan mau?
Dan mampu untuk melakukan fitting, adjust, adaptasi dengan kondisi itu.
Mbak kalau itu terpenuhi, maka ya kita siapkan.
Saya ingat teman saya yang sekolah di Australia.
Mungkin temannya Mbak Nana juga ya.
Mas Ganjar di Australia itu, tren kebutuhan tenaga kerja itu disesuaikan selalu dengan dunia pendidikan.
Kalau trennya hari ini mining, maka banyak sekali perkuruan tinggi menambah kerja fakultas mining.
Tapi sekarang sudah dengan IT, banyak sekali yang kemudian miningnya dikurangi,
sosial politiknya dikurangi, dia kembangkan itu.
Maka itu menjadi sesuatu yang dinamis.
Inilah yang kemudian kita harus siapkan untuk menuju ke sana.
Mas Ganjar, karena kan kalau melihat datanya,
faktanya tingkat pengangguran saat ini justru dijenjang yang lebih tinggi.
SMK, SMA apalagi universitas lebih banyak yang nganggur daripada lulusan SD.
Masuk kampus cuma menunda pengangguran 4 tahun adek.
Jadi sarjana tidak membuat kemungkinan kalian diterima kerja lebih tinggi.
Itu faktanya, itu datanya.
Itu problem yang tadi anda sebutkan.
Dan bagaimana kemudian Mas Ganjar, ini bisa dibalik.
Bagaimana kemudian lewat agenda prioritas yang anda lakukan, ini bisa berbalik Mas Ganjar.
Satu investasi.
Enggak bisa dipungkiri.
Investasi akan membuka lebih banyak lapangan kerja.
Tapi jangan salah Mbak,
anak-anak sekarang, apalagi mereka yang mau untuk tidak terikat,
dan dia masuk dalam gig ekonomi,
saya enggak mau kok Mas diikat Mas.
Dan saya kira sebagian ada di sini.
Siapa ingin jadi PNS angkat tangan teman-teman?
Hanya sedikit Mbak.
Siapa yang ingin bekerja sebagai buruh di perusahaan?
Tidak ada yang mengaku.
Siapa mau jadi pengusaha?
Mbak, anda lihat ini.
Entrepreneurship yang mesti dibangun hari ini.
Ruang itu yang hari ini mesti dibuka.
Fasilitasi negara yang mesti diberikan.
Kreatif hub mesti dimasukkan.
Kenapa infrastruktur digital dan digitalisasi proses yang ada itu mesti disiapkan?
Karena saya tahu persis,
generasi muda hari ini sangat lekat dengan peralatan ini.
Dia punya talent yang dia miliki,
dan kemudian dia bisa melakukan matching proses,
dan kemudian pada saat itu dia putuskan.
Dan saya tiba-tiba kaget.
Ada games developer,
tiba-tiba menjadi designer,
atau tiba-tiba pasar tanah abang itu tidak laku,
pedagangnya marah-marah karena semuanya jualan di TikTok.
Mbak, ini dilakukan mereka,
dan mereka sebagian angkat tangan.
Tapi kami negara, pemerintah,
mustinya mesti bersikap.
Mari kita buka investasi,
tapi mari kita biarkan ruang untuk membangun entrepreneur kepada mereka.
Mas Gencar, saya ingin klarifikasi satu hal.
Dari statement yang sempat anda katakan kemarin,
dan itu bikin rame mas.
Ketika anda bicara soal tenaga kerja Cina.
Anda bilang, ya sudah kita usir besok pagi.
Tapi kamu bisa gantikan? Enggak.
Ini kemudian banyak orang rame,
mungkin juga tidak paham konteksnya.
Karena saya ingin kasih kesempatan anda untuk menjelaskan.
Ketika anda bilang, memang bisa menggantikan TKA Cina.
Itu anda meragukan kualitas SDM?
Atau apa maksud anda mas Gencar?
Ini pertanyaan yang bagus,
yang irah-irahnya,
irah-irah tau pasti mbak iya.
Kalau sekolah hukum biasanya tau irah-irah.
Yang pendahulunya sudah mbak katakan tadi,
berapa sarjana yang bekerja pada bidangnya,
berapa yang pengangguran,
dan mbak Nana sampaikan kepada mereka kok tadi,
Anda yang sudah belajar ini belum tentu dapat pekerjaan.
Statementnya tadi.
Suatu ketika saya didemo gede-gedean,
karena ada investasi di banyak negara,
tidak hanya di Tiongkok.
Ada di Amerika, ada di Korea Selatan,
ada di Jepang, ada di Eropa,
ada di Tiongkok.
Ramailah demo itu di depan.
Saya lihat dari atas ada kawan-kawan buruh,
ada aktivis macam-macam.
Teriakannya itu, usir itu, usir itu.
Ada gak beritanya itu?
Ada.
Lalu suatu ketika saya undang saja dialog,
buruh apa?
Kami pak yang harus bekerja.
Anda yang harus bekerja.
Masuk.
Anda Syarbites?
Gak lolos mbak?
Apakah Anda meragukan hari ini dengan prosentase yang tidak terserap?
Ya saya ragukan dong mbak.
Saya ragukan dong.
Terbukti kok angka penganggurannya seperti itu.
Masa kita masih percaya?
Kita harus ragu dong.
Kalau kita gak ragu melihat itu tidak terserap tenaga kerja,
eh pemerintah kamu ngapain?
Kamu tidur.
Apa artinya mbak?
Vokasi mesti masuk.
Bagaimana agar bisa cepat?
Agar kita bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Agar kita bisa bekerja sendiri.
Agar kita tidak hanya menyalahkan orang lain.
Dan kemudian seolah-olah kita anti investasi,
dan kita bicara,
usir mereka, usir kelompok itu,
masuk pada isu sara, isu etnis,
dan dikembangkan semuanya.
Gak mau mbak.
Investasi masuk ke Indonesia harus ada jaminan.
Maka saya sampaikan,
jangankan yang itu,
kalau mereka sudah tidak anda kendaki,
kita usir besok pagi, tapi kita bisa apa enggak?
Jangankan membuat.
Anda nginstall alat itu bisa apa enggak?
Mbak, ini sebuah dialog proses panjang,
yang seringkali muncul,
dan tidak ada orang yang berani menjelaskan dengan tegas,
apa sebenarnya yang terjadi.
Maka kenapa kemudian saya bicara,
vokasi mesti disiapkan,
infrastruktur pendidikan disiapkan,
anggaran ditambah,
guru pengajar diberikan penghasilan yang baik,
Mbak, 10 lulusan terbaik itu jadi dosen.
Ya dong, masa jadi MC?
Siapa mas MC saya? Jurnalis bukan MC.
Jurnalis lah kalau gitu.
Dan jurnalis profesi yang membanggakan loh mas.
Oh iya, maksud saya kalau mbak lulusan 10 terbaik,
kalau kemudian lulusan terbaik, kan sebuah harapan,
bahwa dia kembali ke kampus,
dan kemudian mengajarkan ilmunya.
Itu aja sebenarnya.
Mas Ganjar, kita akan lihat pertanyaan berikutnya,
yang diminta oleh teman-teman untuk disampaikan.
Silakan.
Ini kebebasan berpendapat mas Ganjar.
Silakan.
Jadi tadi pertanyaan ini juga saya tanyakan ke mas Anies mas.
Saya waktu itu, kok kemarin,
baru tadi mas,
2 jam yang lalu bertanyaannya,
dengan meminta bakal calon presiden yang lain,
untuk memberikan skala penilaian.
Bagaimana menilai
atmosfer kebebasan berpendapat di negeri ini.
Mas Anies kasih nilainya tadi,
5 atau 6.
Dan memberikan contoh,
kalau kita masih menyebut
Wakanda dan Kohona sebagai
pengganti Indonesia dalam berpendapat,
maka masih ada problem.
Itu tadi kata mas Anies.
Saya ingin tanya pendapat anda,
berapa nilainya mas kalau anda kasih?
Kita bicara kebebasan berpendapat.
7,5.
Lebih baik, 7,5.
Mbak, saya tiap hari dibully kok mbak.
Saya menuntut mereka? Tidak.
Karena paradigma berpikir saya,
mereka yang meneriaki saya,
mereka membully saya,
saya waktu itu sebagai gubernur,
mereka sedang memberikan koreksi dan energi buat saya,
tidak saya penjarakan kok.
Mereka yang menyebut
dan takut itu, karena pasti memang ada
tekanan.
7,5%.
Mari kita lihat,
yang keras kayak apapun, yang ngomongnya
sekasar apapun sampai hari ini,
dipenjara mbak? Tidak.
Diterima? Diterima.
Kalau kita melihat
seperti itu, oh mbak,
hari ini yang namanya
medsos, aku keluarin dulu dong.
Ini ngomong
sebebas-bebasnya.
Setelah saya acara ini,
aku yakin nanti,
satu jam setelah ini, banyak
omongan-omongan yang dipotong dan kemudian
dikomentari. Apakah saya akan menuntut?
Tidak. Karena kemarin terjadi
setelah saya bicara di UI.
Pada saat saya bicara di UI,
dosen pembimbing saya semuanya,
Mas Ganjar, terima kasih. Anda menjelaskan
dengan jelas, ada yang kami setuju,
sebagian kami
tidak setuju, oke.
Saya terima kasih, inilah kampus,
inilah mimbar,
inilah kebebasan.
Ada catatan ini, catatan ini.
Mas Ganjar, masa digituin? Anda jelaskan dong.
Saya tidak perlu, karena dia
anonim, dia pengecut, bukan
seorang pemberani.
Mas Ganjar, itu kalau bicara
Mas Ganjar sebagai pribadi dan pejabat publik
menanggapi itu. Tapi kalau
bicara data, lain lagi datanya Mas Ganjar.
Silakan. Kontras misalnya bicara
data dalam kurun waktu Juni 2022
sampai Juli 2023
setidaknya ada
183 peristiwa pelanggaran
hak terhadap kebebasan
berekspresi, mulai dari serangan fisik,
digital, penggunaan perangkat hukum,
hingga intimidasi.
Jadi, ya
masih problem kalau kita
bicara data, bukan hanya sekedar persepsi
Mas Ganjar. Saya kasih komen. Silakan Mas.
Perbandingannya berapa?
Sayang tidak ada perbandingan.
Umpama, sekian orang
bicara.
Kontras atau siapapun lembaganya
melakukan riset. Inilah
ujaran-ujaran umpama.
Hate speech.
Inilah hoax.
Inilah bully. Terus
kemudian dari sekian yang ada,
sekian ditangkap. Kalau itu bisa dihadirkan
di forum ini, maka kita bully.
Kalau persentasenya itu terlalu
tinggi, saya yang salah.
Mas, bukankah satu
saja sudah terlalu banyak kalau orang
harus terintimidasi karena pendapat
pandangannya? Oke.
Kalau kemudian
itu yang Anda, satu orang saja
tidak, ketika kemudian yang lain
tersinggung, apakah kita akan membiarkan
seperti saya membiarkan mereka?
Maksudnya, Mas?
Mbak, saya tidak pernah menuntut.
Tapi ketika kemudian aparat
penegak hukum katakan ya, melihat
Mbak Nana kemarin nyerang Ganjar, dan Anda
melanggar ABCD,
Anda dihukum nggak?
Ini hukum atau bukan?
Kalau iya, maka
hukum dengan sistemnya akan
punya tempat untuk mereka melakukan appeal.
Dia mau banding, dia mau
kasasi. Tapi kalau satu
kemudian dicatat dan ya Mas, satu saja
tidak, yaudah kalau gitu bebas saja.
Saya mau maki kalian di depan dengan
kalimat yang kasar, dengan kebun binatang.
Apakah itu Mbak Indonesia?
Apakah itu yang
dimaksud Budi Bekerti? Apakah
itu guru-guru kami mengajarkan
kepada kami, sehingga kami saling
tidak hormat antar sesama?
Yang mana, Mbak?
Kalau Anda mau ekstrim pada tingkat itu,
oke, Mas satu-satu orang saja ini.
Mbak, nggak ada yang sempurna, Mbak.
Nggak bisa kita menjadi orang
pemimpi pada soal itu. Kita mesti
down to earth, dan kita katakan
Bro, kamu salah.
Kamu minta maaf kamu, atau dihukum.
Persepsi atas
orang takut berekspresi, Mas,
itu juga, misalnya, ditunjukkan
lewat hasil survei.
Indikator politik Indonesia,
tahun 2002, misalnya, menemukan
62 persen masyarakat semakin takut
mengeluarkan pendapat. Dan itu
dikatakan mereka yang usianya di bawah
40 tahun. Jadi generasi yang besar
di era demokrasi. Sekali lagi, ini
persepsi, tapi ini persepsi yang
terangkap oleh metodologi ilmiah
atau survei. Saya cuma hanya ingin
apakah setelah melihat ini, mendengar data,
nilainya tetap 7,5,
atau Anda ingin mengubah nilainya?
Saya orang konsisten, Mbak. Hitam atau putih,
bukan abu-abu. Tetap 7,5,
walaupun data dan menunjukkan itu?
Silahkan. Karena Anda menampilkan
data ini, dan Anda menampilkan data
sebelumnya, dan saya challenge itu.
Terima kasih, Mas Genjar.
Saya akan kasih kesempatan.
Kenapa saya bilang terima kasih dengan sangat imut?
Karena itu penanda, bagian saya
sudah selesai, Mas. Sekarang saya mau lempar ke
teman-teman yang ada di
audience, teman-teman Civitas Akademika.
Sebelum saya lempar random,
saya akan mempersilahkan
para dosen ya, Mas,
yang sudah kemudian juga
saya dapat namanya dari teman-teman UGM.
Ada Dr. Ari Sujito.
Dosen Departemen Sosiologi Visipol UGM.
Dr. Ari ada di mana?
Hai, Mas.
Silahkan, silahkan.
Terima kasih, Mbak Nana.
Selamat malam, Mas Genjar.
Mas, dari
3 dari 6
pilar yang tadi Mas Genjar sebut,
soal pangan,
soal energi, soal perlindungan, dan kesehatan.
Saya ingin juga ajak
Mas Genjar, kira-kira 10 tahun lalu
Anda kan sebagai
Komisi 2 di DPR.
Mas Genjar juga kemudian
jadi Gubernur.
Saya pengen Mas Genjar bicara soal
masal depan desa.
Problem kemiskinan, ketimbangan,
dan sebagainya itu alamannya rata-rata di desa.
75.400 sekian desa
sejak Undang-Undang Desa nomor 6 tahun 2014
ada kemajuan yang cukup serius.
Tetapi problem hari ini yang
mungkin menjadi PR untuk dipecahkan
buat Mas Genjar
adalah, dan ini menjadi problem kita
masyarakat Indonesia adalah
desa itu mengalami
birokratisasi baru.
Sampah teknokrasi
yang berlebihan.
Banyaknya ruang mereka untuk membuat
inovasi-inovasi itu
mengalami keterbatasan. Sehingga
soal pangan, soal energi
mereka tidak dibenahi, mereka tidak diberdayakan
saya agak
ragu itu.
Di antaranya saya ingin catat, sekarang terjadi
fragmentasi kelembagaan.
Kementerian Desa, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan.
Betul.
Saya mau challenge Mas Genjar.
Anda mau melakukan apa itu?
Berubah.
Berubah.
Nanti dulu, Mas Gita sudah selesai belum?
Silahkan dilanjut dulu.
Mas Genjar.
Ini demonstran dulu ini mbak.
Sama kita sering demo di Bundaran.
Makanya kita challenge sama-sama
demonstran. Mas Genjar,
saya kira, soal dana desa
yang besar, Cokowi pernah bilang nih,
sebenarnya perputaran dana yang mestinya
kita manfaatkan itu cukup.
Sekali lagi, kalau misalnya Anda presiden,
ini kan capers ya,
tantangan terbesar untuk menghubungkan
tiga kelembagaan,
tiga kementerian, itu bukan pekerjaan mudah.
Tapi saya tantang,
apa yang Anda lakukan
untuk mengkonsolidasi
agar desa ini tidak terjebak pada
birokratisasi berlebihan, sehingga
otaknya desa itu,
elit-elit desa ini tidak sekedar soal jabatan terus.
Kita bicara soal
terobosan-terobosan yang dibuat berdasarkan
undang-undang desa itu.
Satu, kalau boleh teruskan satu lagi,
Mas Genjar,
Apa?
Ini saya serius, Mas Genjar ya.
Loh, saya itu dua rios, Mas. Aku gak berdiri kalau gitu.
Boleh berdiri gak, Pak?
Silahkan, silahkan, Pak. Panggung untuk Anda.
Panggung untuk Gajah Peranawa, silahkan.
Gimana, Mas Jito?
Mas Genjar, orang menilai
Mas Genjar ini adalah juga
sebagian mau melanjutkan gagasan
Jokowi, soal desa.
Apa yang akan dilanjutkan
dari Mas Genjar, dari Jokowi, catatan
tentang desa, dan apa yang
perlu dikoreksi soal desa?
Itu aja.
Terima kasih.
Kirain gini-gini tadi masih
terus. Kita kan ya
Pak Warek ya, takut saya.
Ban, jawabnya
boleh berdiri gak, Pak? Boleh, boleh, Mas.
Soalnya tadi gini-gini. Boleh, Mas. Silahkan.
Mas Ari,
Mas Ari ini sebenarnya bertanya yang
dia sudah tahu waktu membahas undang-undang desa
saya diskusi sama dia.
Ada, kita bocorin aja.
Lu gak enak, Mas.
Sesama friend kita mau bicara.
Tapi pertanyaan substantif.
Mas Ari,
ketika membahas undang-undang desa,
yang ada adalah...
Enggak, Mas. Maaf, maaf. Bukan.
Salahan teknis, Mas.
Kadang...
Sampai mana aku tadi, ya?
Pada saat membahas undang-undang itu,
semua berbicara
keaselian.
Asal-usul.
Dan saya tidak pernah lupa pada soal itu.
Mas Ganjar,
asal-usul desa.
Kalaulah kemudian,
kesempatan itu nanti muncul,
Mas Ari, kita revisi undang-undangnya.
Kita sudah belajar
betul.
Maaf, sekali lagi pada
kawan-kawan desa, maaf.
Kalau soal masa jabatan,
mari kita bicara.
Tapi soal subtansi,
mari kita diskusi.
Yang perlu diberikan
oleh negara ini
kepada desa adalah TRAS.
Kasih itu pada kades.
TRAS.
Ketika TRAS,
maka pemerintah
jangan terlalu ngatur
banyak-banyak.
Apalagi kalau itu soal
anggaran dana desa.
Habis!
Saya pembina
kades sampai hari ini.
Mas Ari,
kalau kita TRAS,
asal-usul desa yang asli itu
kita berikan kepada mereka
cukup dengan rambu-rambu.
Kami tidak merendahkan.
Maaf.
Kami komunikasi dengan mereka
dan diskusi terus-menerus.
Saya sampaikan,
Mas Ari, pada mereka.
Kalau kita TRAS,
dana desanya kita kasih rambu-rambu
agar mereka punya bandwidth
yang cukup untuk menyusun program.
Mereka
punya pendamping desa.
Punya mereka.
Maka diskusilah,
kalau itu ruang yang paling demokratis.
Bahasa saya,
jangan ikut kakaknya.
Siapa kakaknya desa?
Adalah kabupaten,
adalah provinsi.
Maka birokratisasi
desa hari ini
merontokkan asal-usul dan kehasilan desa itu.
Rontok.
Akhirnya berpikir
semua birokratis.
Tapi, kalau inovasi
desa itu tumpul,
besar.
Tata kelola dana desa yang hari ini
muncul dari inovasi yang ada
sudah masuk dalam sebuah buku
yang dikeluarkan oleh kementerian keuangan.
Sayang, kenapa tidak menteri desa?
Sayang.
Saya mencatat juga
sebagai orang
yang memang secara moral
saya ikut menyusun undang-undang desa
dan waktu itu saya jadi gubernur.
Kemudian kita treat mereka
agar mereka punya
pemikiran-pemikiran
untuk dia berinovasi.
Desa antikorupsi
terbentuk.
Desa inklusi terbentuk.
Bahkan dengan keagama.
Kita dorong mereka.
Saya terima kasih Bu Rektor.
Kawan-kawan mahasiswa kemudian KKN
secara tematik dan menyelesaikan program itu.
Mas,
pada saat undang-undang desa itu
akhirnya berjalan dan praktek itu
berjalan saya sampaikan.
Desa, Kemendes
dengan Kemdagri
hari ini
saya bayangkan gini.
Soal pemerintahan dalam negerinya
itu hanya
sampai di kaki bagian bawah
tapi tidak sampai di telapak.
Karena telapaknya
terputus.
Telapaknya siapa? Telapaknya dari Kemendes.
Maka inisiasi
Kemendes sudah saatnya
diarahkan bukan soal
membagi
dan mengkapleng anggaran dana
desamu buat apa,
tapi memberikan fasilitasi agar potensi
desanya bisa berkembang
sesuai dengan yang ada di masing-masing.
Baik.
Terima kasih Mas Ganjar.
Kita akan kasih kesempatan yang berikutnya ya Mas.
Kedoktor RR
Siti Murtiningsih
dosen Fakultas Filsafat UGM.
Aku udah deg-degan lho Mbak.
Saya pikir Siti Atikoh.
Enggak, kalau itu
ngobrolnya di rumah aja Mas.
Silahkan Siti.
Selamat malam
Mbak Nana.
Selamat malam Mas Ganjar.
Selamat malam Siti.
Saya selalu mengingat Mas Ganjar itu sejak
tahun 89 bulan sampai sekarang
itu masih tetap sama.
Kesimpulan saya salah satu.
Mas Ganjar selalu
muda dan bahagia.
Alhamdulillah Mas.
Saya sangat salut terhadap
kesetiaan Mas Ganjar
untuk
keperpihatannya kepada
kelompok kelas bawah.
Itu bisa disaksikan
betapa Mas Ganjar sering
saya ikutin gagasannya
untuk kelompok-kelompok rentan ini
dengan cara berusukan ke desa-desa
kemudian menyapa
kepada kelompok-kelompok rentan ini.
Tetapi Mas Ganjar
sayangnya kalau kita
bicara tentang narasi
inklusifitas itu biasanya
seringkali itu kita
hanya didasarkan pada
problem keragaman
identitas.
Entah itu identitas keagamaan
entah itu
gender atau suku.
Tetapi dalam kebijakan publik
basis inklusifitas
itu seharusnya bukan hanya
identitas tetapi juga
kelas saya kira.
Karena minimnya isu kelas dalam narasi
inklusifitas banyak sekali
kemudian kebijakan negara
yang sangat merugikan
kelas sosial tertentu.
Sehingga konflik vertikal
antara warga dan aparat negara
itu tidak terhindarkan.
Nah
yang terbaru adalah kita bisa lihat
konflik dirempang
dan kita juga masih ingat
betul konflik yang dikendeng
yang terjadi justru saat
Mas Ganjar ketika itu menjadi gubernur.
Pertanyaan saya
saya ingin tahu sebenarnya
sejauh mana komitmen Mas Ganjar
ini terhadap inklusifitas
kelas dalam kebijakan publik.
Jika ada konflik vertikal
antara warga dan negara misalnya
apa yang kemudian Mas Ganjar
akan lakukan?
Nah itu satu, karena tadi Mas WR juga dua
saya tambah satu lagi. Boleh Ibu dijawab dulu ya Bu
mohon maaf supaya kalau ada waktu
nanti saya akan kasih kesempatan untuk dilempar lagi.
Terima kasih.
Apa yang akan Mas Ganjar lakukan
ketika itu terjadi? Pemimpin tertinggi
harus turun tangan.
Rempang sekarang menjadi
diskusi Bu Siti.
Mas Ganjar masih
ingat kendeng, saya selesaikan kendeng Bu.
Pada saat saya
masuk saya tidak akan menyalahkan, saya penanggung jawabnya.
Ganjar.
Ganjar Pranowo penanggung jawabnya.
Ketika Ganjar terpilih 2013
proyek itu sudah ada.
Cuman tradisi kita
tidak terlalu banyak orang mau
saya yang salah dan bertanggung jawab.
Maka ketika
kemudian tidak selesai dan menjadi isu
nasional yang harus dilakukan oleh
seorang pemimpin, kamu sendiri yang harus
turun tangan menyelesaikan.
Bukan orang lain.
Oke Bu.
Dan akhirnya yang dikatakan oleh Mas Ari
tadi adalah, bagaimana kita
mendorong kekuatan yang ada
di sekitarnya dan itu dalam konteks
pemerintahan adalah desa,
maka dialah yang kita ajak.
Itulah inklusifitas
dalam pembangunan versinya
Ganjar Pranowo dalam praktek.
Bu, saya
belajar dari banyak orang.
Di kampus
ini saya diajarkan kerakyatan.
Di kampus ini.
Di kampus ini
saya diajari melawan Bu.
Bunderan itu
kalau bisa bercerita, dia akan
bercerita apa yang dilakukan oleh
anak-anak UGM pada saat itu,
bagaimana dia berpihak, bagaimana dia melawan.
Dan itu pendidikan yang tidak
pernah saya dapatkan di kelas
saya. Tapi di kampus
ini saya dapatkan.
Dua,
bagaimana kemudian kita melakukan
karena kita
seringkali pemerintah ini
sombong
mengatakan dirinya adalah
superman atau superwoman
seolah-olah
keputusan yang top-down
itu adalah yang sudah benar.
Bu, itu
salah.
Pelajaran yang saya dapatkan
oleh seorang Dr. Ari Sujito
waktu saya jadi gubernur pertama adalah
bagaimana partisipasi
diberikan ruang
kepada mereka dari
kelompok-kelompok marginal itu.
Bu,
pelajaran yang saya dapatkan dari
Ari CS pada saat itu.
Tahun berikutnya saya
menyusun APBD pertama saya
saya izin menceritakan
evident base ya, biar saya tidak
ngomong di langit.
Karena ini pernah saya lakukan.
Alhamdulillah kemudian kurang lebih sembilan
tahun bu, setiap
kali Muslim Bank, kami
bukan mengundang orang datang
ke kantor provinsi, tapi gubernur
mendatangi ke enam eks
karisidenan, mengundang mereka
untuk hadir.
Metode, cara.
Kalau mas Ari, bagaimana caranya?
Begini bro Ari,
caranya kita menyelesaikan.
Lalu siapa representasi yang masuk?
Camat? Enggak bu.
Bupati kepala dinas?
Nanti giliranmu terakhir.
Siapa tiga yang pertama bu?
Kelompok perempuan,
penyandang disabilitas,
dan kelompok anak-anak?
Tiga bu.
Suatu ketika saya harus menyelesaikan
beberapa persoalan.
Ada energi,
ada pabrik semen,
ada bendungan,
ada jalan tol.
Ibu korek, boleh korek saya.
Satu-satu. Dan saya
kalau berkenan, kalau boleh Mbak Nana
diperpanjang dua jam lagi, saya jelaskan satu-satu.
Serius.
Kenapa saya sampaikan Mbak?
Pada saat saya datang,
bu, persoalannya kadang-kadang tidak terlalu rumit.
Saya harus menghormati satu rumah
ketika Brexit terjadi.
Berpes-exit.
Macet lebaran.
Kamu udah lahir belum?
Udah, alhamdulillah.
Tahu cerita Brexit?
Tahu ya?
Enggak, iya.
Masih kecil. Apa yang terjadi?
Satu rumah tidak mau minggir, bu.
Pak Ganjar ini gimana?
Sudah, biarkan saja.
Disewa dulu, sampai kemudian
lebarannya selesai. Jadi arus
lelintasnya begini, bu. Di tengahnya ada rumah
satu, kemudian orang melingkar.
Setelah selesai, kita lobby, kita
datangi, kita sampaikan penjelasan
berkali-kali. Dan saya bukan
orang yang mampu sendirian, bu.
Saya undang tokoh
masyarakat, bu.
Saya undang tokoh agama untuk membantu menyelesaikan.
Bukan untuk mengajak dalam politik
identitas.
Tapi menyelesaikan persoalan itu.
Menyelesaikan persoalan itu.
Apa yang terjadi, bu?
Alhamdulillah, beres.
Tapi, bu, masih menyisakan
satu lagi. Setelah selesai,
ternyata tanah yang dipakai itu
dibelah jalan.
Karena tanahnya agak luas.
Yang dibeli yang kena jalan, sisanya
dibeli, bu.
Tolong, sampaikan pada pemerintah.
Ini tinggal sepetil.
Tinggal secuil. Tolongin
dibeli sekalian. Dan saya lakukan
itu satu per satu.
Mungkin ini tidak
memuaskan, tapi ketika persoalan
itu tidak selesai dan membuat
persoalan besar,
pemerintah tertinggi harus
turun tangan. Minimal di wilayah itu.
Jangan pernah cuci
tangan. Harus turun tangan
dan mempereskan.
Tapi,
gak ada sepeda lu ini.
Tapi,
ketika kemudian seperti
rempang dan sebagainya yang hari ini sudah terjadi,
maka dalam konteks ini
harus segera ada yang turun tangan.
Cuma ke depan bagaimana?
Libahkanlah mereka.
Karena eksistensi mereka dalam kelompok
kelas bu Siti sampaikan tadi, faktanya ada.
Sehingga dalam perdebatan itu,
kemarin Mbak Nana yang nanya kepada saya,
Mas Ganjar, kalaupun seperti ini gimana?
Gak apa-apa, itu DN Klav aja.
Masyarakatnya biar di situ DN Klav.
Atau kemudian kita aja
oke, ini mau dibangun,
kamu terlibat.
Kamu bagian
dari pemilik.
Kamu harus mendapatkan prioritas pertama
di tempat itu.
Kalau kamu unskilled, mohon maaf,
kamu harus diwajibkan
atau perusahaannya diwajibkan
untuk membereskan dia
agar kemudian pekerjaan yang ada di situ
membikin orang yang ada
itu naik kelas.
Terima kasih.
Terima kasih Mas Ganjar.
Saya akan langsung kasih kesempatan
ke perwakilan Majelis Wali Amanat
yang dari mahasiswa.
Ada Lintang Laksitoki nanti.
Ada di mana?
Ya ini perwakilan mahasiswa
yang juga sekarang menjadi perwakilan
di Majelis Wali Amanat. Silahkan Lintang.
Ya selamat malam Pak Ganjar.
Malam Lintang ya.
Pernah kan saya Lintang dari Fakultas Felisafat.
Ya.
Kamu muridnya
Bu Siti bukan? Oh iya benar.
Bu Siti termasuk dosen
yang baik atau yang killer?
Lo kok melasahi yang ditanya Pak Ganjar?
Loh kan saya pengen tahu.
Biar kamu berani menilai.
Wah jelas, Bu Siti itu sangat baik sekali Pak Ganjar.
Alhamdulillah.
Ah iya Bu.
Ya mungkin saya izin bertanya.
Karena kapabilitas saya
sebagai mahasiswa tentu
saya juga pengen isu yang di sekitar saya saja.
Sejauh pembacaan saya
saya kurang menemukan Bapak
berbicara mengenai isu pendidikan.
Terutama pendidikan tinggi.
Jadi ini saya berbicara pada
tidak hanya pada bakal baca pres
eh sorry, baca pres
tetapi seorang ayah yang menyekolahkan
yang mengkuliahkan
anaknya di universitas.
Nah berbicara tentang pendidikan tinggi
PTN-BH
jadi salah satu persoalan
yang dituntut untuk hidup
mandiri dan bertambah
tetapi anggaran pendidikan
tinggi itu hanya
0,6% dari APBN
atau 8,2 triliun rupiah.
Dan belum dibagi ke PTN dan PTS lainnya.
Anggaran APBN itu
3.000 triliun
dari angka itu bayangkan
bahwa hanya
8,2 triliun
untuk pendidikan tinggi.
Ini sebenarnya kalau ada Bu Rektor
saya juga pengen nanya, bukankah begitu Bu Rektor?
Tapi mohon maaf
ada wakilnya Pak Ari.
Ada wakilnya.
Jadi dimana
akan rentan justru
memberatkan rakyat untuk
memperoleh pendidikan tinggi
seperti biaya kuliah yang tinggi
UKT, uang pangkal
atau komersialisasi pendidikan lainnya?
Apakah Bapak
akan melanjutkan kebijakan
pendidikan yang sudah ada
atau merubah regulasi yang lebih
berkeadilan? Karena jika kita
lihat, makin kesini
orientasi pendidikan itu malah
mendorong pendidikan untuk komersil.
Nah, sebenarnya ini saya juga
ingin mengutip salah satu
panutan saya, saya kira Pak Ganjar juga mengenal.
Pak Kusnadi Harjo Sumantri
pernah berkata, mari
mempertahankan bangsa kita dengan pendidikan
karena hakikat pendidikan
adalah pembebasan manusia.
Sekian, terima kasih.
Terima kasih Lintang. Silahkan Mas Ganjar.
Lintang pernah baca bukunya Ivan Ilih gak?
Kedakan Pembebasan kalau gak salah ya?
Mohon maaf, belum.
Waktu itu, enggak kamu bagus banget tadi
filsafat. Saya waktu demo
itu dikasih buku, tapi saya lupa judulnya.
Kira-kira itulah.
Di bukunya itu dikatakan, sekarang
belajar sudah digantikan dengan sekolah.
Sama kan? Baik-baik.
Pak Ganjar, apa yang dilakukan?
Kita rubah menjadi pendidikan yang berkeadilan.
Oke, Lintang?
Bagaimana kemudian?
Apakah PTMBH jalan?
Jalan aja gak apa-apa.
Oke.
Siapa
yang hari ini merasa
diri dan keluarganya berasa
dari keluarga tidak mampu?
Oke.
Tidak mampu? Boleh berdiri?
Siapa tadi yang ngaku?
Betul?
Boleh, boleh.
Maaf, maaf. Jangan tersinggung ya.
Maaf. Orang tuanya kerja apa?
Guru honorer.
Ngajar di mana?
Di SD Negeri 2.
Boleh tahu pendapatannya?
600-700.
Di mana itu?
Di Gumelar, Banyumas.
Guru SD honorer.
Negeri atau swasta?
Negeri. SD Negeri 2 Samudera.
Good point.
Apakah kamu kesulitan
membayar sekolah di sini?
Kebetulan saya
bidik misi
di Fakultas Kedokteran Gigi
UGM.
Wow.
Oke ya.
Tetapi
karena biaya praktikum
dan alat bahan di Kedokteran Gigi itu
tinggi dibandingkan
fakultas lain
jadi ya
masih kesulitan sekali sih pak.
Oke.
Kira-kira berapa kebutuhanmu
untuk membayar itu?
Kira-kira kan kamu merasa
kamu sudah mendapatkan jaminan
dari negara kan?
Masih mahal banget?
Atau saya masih mampu?
Masih mampu diusaha.
Makasih.
Makasih.
Contoh.
Dia lintang
maaf ya.
Dari keluarga tidak mampu.
Dan dia memanfaatkan
itu dan dia dapatkan.
Apa bentuknya?
Negara hadir kok membantu?
PT NBH
tapi dia mendapatkan bidik misi.
Yang dibutuhkan kemudian dalam konteks
hari ini, saya kira kalau dia
kesulitan, rasanya
namanya siapa tadi?
Lupa aku.
Namamu siapa?
Stella.
Stella.
Stella
kemudian mengalami kesulitan selama
berproses.
Apakah saya berharap betul dalam
konteks hari ini, lintang hari ini dulu ya.
Hari ini dulu, maka ini mesti
kita selesaikan bagaimana berkomunikasi
dengan pengelola perguruan tinggi.
Karena kami
umpama
mendapatkan, kami itu kagak mau.
Maka kreatifitas kita bantu.
Yuk kita kasih bantuan kepada mereka.
Kita bergerak.
Tapi bagaimana nanti?
Maka akses itulah yang kemudian
lebih mudah. Maka bagaimana nanti?
Lintang, kamu
mestinya menyebut prosentase, kira-kira
begitu. Bahwa anggaran
itu 20% untuk pendidikan.
Problem yang mesti kita bongkar
adalah 20%
anggaran untuk pendidikan itu
untuk apa?
Kalau kemudian itu bisa kita pecah,
kita bongkar,
kita kupas,
jangan-jangan
anggaran itu lebih banyak bisa diberikan kepada
perguruan tinggi negeri.
Pak Ganjar gak pernah membahas ini
dari tadi. Hari ini kamu bertanya,
maka konsep tuannya saya kasih,
maka kata Mas Ari, bagaimana
caranya?
Tuannya dari mana?
Dari video itu ya?
Pasti kamu nonton itu.
Dari mana?
Kalau kita berpikir
linier,
maka yang terjadi adalah
given, hari ini ada duit
20% dibagi-bagi, habis.
Maka kami tidak bisa.
Kenapa kita tidak melakukan optimalisasi
untuk meremanage
apa yang ada sekarang,
memperbaiki, governance-nya
dilakukan, plus ada lagi.
LPDP yang kurang lebih
angkanya sekarang 200 triliun.
Baik.
Mas Ganjar,
satu pertanyaan lagi,
tadi kan yang sudah ditentukan, saya mau random.
Saya mau random.
Yang pilih
saya atau Mas Ganjar?
Baik.
Mbak,
yang milih,
sebentar, yang milih Mbak Nana,
tapi saya boleh gak?
Minta, karena satu tau.
Yang perempuan.
Saya sebetulnya pengen
di atas-atas, tapi yang dekat
ini udah maju.
Yang atas, tapi ini
kenapa?
Oh di luar UGM, Mas.
Oke, oke.
Boleh karena di luar UGM,
karena memang ini kita buka untuk umum, Mas.
Silahkan Ade.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Perkenalkan, nama saya Syarifah Asia.
Kebetulan saya berasal dari
tanah kelahiran Baharudin Lopak yang disebutkan
sama Bapak Ganjar tadi.
Bentar, kamu dari mana? Sulawesi Barat?
Dari Pambusuang, Sulawesi Barat.
Pambusuang, Pak. Kalau Pambusuang itu provinsinya.
Saya di Kabupaten.
Pulewali Mandar.
Ade, mahasiswa di Jogja?
Mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata
API Yogyakarta.
Silahkan Ade.
Baik, sebelumnya saya mohon maaf
jika pertanyaan ini
mungkin akan menyinggung atau bagaimana.
Pertanyaan saya, bagaimana
tanggapan Bapak soal isu
Presiden Boneka?
Dan bagaimana tanggapan Bapak
mengenai citra PDIP di mata
masyarakat saat ini?
Yang kita tahu, tanda kutip
selalu jadi bahan ejekan di sosial media.
Bukankah itu sebuah sinyal penolakan?
Terima kasih. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Terima kasih.
Presiden adalah presiden.
Dia menjalankan amanat penuh
dari konstitusi yang ada.
Titik, tidak ada komanya.
Oke?
Dari waktu ke waktu
kamu bisa menilai
bagaimana sebuah keputusan
bisa diambil
seboneka apa
mereka mendapatkan pengaruh dari luar.
Apakah dari pengusungnya?
Apakah intervensi
dari proksi negara lain?
Ataukah dari kelompok?
Kalau kemudian satu per satu
bisa diperbandingkan, maka penilaian itu
akan bisa kamu dapatkan.
Tapi Presiden
adalah orang yang disumpah
untuk menjalankan konstitusi.
Dia punya independensi penuh.
Mas Kanjar, Anda mau menanggapi pertanyaan kedua tadi?
Soal citra PDI perjuangan yang tadi disebutkan.
Apakah Anda ingin menanggapi?
Oh, oke.
Tidak ada demokrasi
tanpa partai politik yang saya katakan di awal.
Teman-teman, saya mau cerita dikit ya.
Saya ketika seusia Anda,
saya sudah anggota partai.
Dan semua orang nyinyir.
Saat demo dibunderan,
saya ingin menyampaikan kepada teman-teman,
berdiskusi sama teman,
kita demo terus kalau tidak pernah ada hasil.
Apa yang harus kita lakukan?
Kita harus masuk dalam sistem
untuk bisa mengambil keputusan.
Saya masuk partai dan saya diledek.
Lalu saya menjadi anggota DPR
dan saya berhasil,
berhasil?
Bukan berhasil lah.
Akhirnya diminta untuk memimpin beberapa pansus.
Parlemen Rul Sumpama.
Saya diminta untuk
menyusun undang-undang ke warga negaraan.
Saya menjadi ketua pansus undang-undang parpol.
Saat itu,
ketika
isu gender muncul,
saya putuskan pengurus partai
30 persen perempuan.
Karena saya ada di situ
dan dengan tangan saya,
saya putuskan.
Manfaat.
Saya sekolah di UGM,
saya tidak pernah lupa
akan sejarah UGM,
bagaimana keraton kampus
dan kampung itu jadi satu.
Pada saat itulah,
peran Sri Sultan Hamengkobwono IX
besarnya minta ampun.
Beberapa partai
tidak setuju undang-undang kistimewaan.
10 menit
saya putuskan ketua panjanya
namanya Ganjar Pranowo.
Sejak putusan itu,
undang-undang kistimewaan
lahir setelah belasan tahun
tidak pernah putus.
Dua.
Tiga.
Saya akan jadi gubernur.
Dipercaya oleh masyarakat.
Saya hanya minta satu saja.
Halo?
Saya hanya minta satu saja.
Karena saya juga pengagum baru
Denlopa. Saya hanya minta
satu. Tidak ada korupsi.
Maaf kemarin
di UI saya ceritakan,
saya harus mencopot dua
kepala dina saya karena
terindikasi korupsi dan dia
ngaku sebelum pengadilan
karena saya harus berani memutuskan itu
tanpa menunggu.
Anti-korupsi.
Keempat.
Ketika tadi saya ceritakan ke Mbak Nana
dan audiens, saya dari keluarga tidak mampu.
Bagaimana agar
anak-anak itu bisa bersekolah?
Bagaimana
dia bisa mengakses pendidikan?
Dia dari keluarga
tidak mampu.
Saya keluarkan APBD.
Menanggung biaya mereka penuh 100%.
Mereka di Jepang.
Mereka di Korea. Mereka di perusahaan besar.
Dan dia jadi tulang bunggung keluarganya
untuk mengentaskan kemiskinan.
Karena keputusan itu.
Dan saya anggota PDI
di perjuangan dan hari ini
Anda boleh menilai saya.
Apakah saya bisa berpihak
pada Wong Cile Simar Hen itu?
Terima kasih.
Terima kasih Mas Ganjar.
Mas Ganjar,
ini adalah bagian terakhir, bagian penutup.
Dan saya ada
satu pertanyaan penutup yang tadi juga
saya sampaikan ke bakal calon Presiden
Anies Baswedan dan sekarang saya juga ingin
minta kesediaan Anda untuk menjawab
dan menyampaikan refleksi Mas.
Kalau tadi kita sudah
boleh tolong Mas?
Teman-teman FD.
Jadi saya ingin minta Anda
berefleksi Mas Ganjar.
Berefleksi lewat pantulan bayangan Anda
dicermin.
Saya ingin minta Anda bicara pada diri sendiri.
Melihat kilas balik apa yang
sudah Anda lakukan selama ini.
Apa
bayangan dan karakter
yang Anda percaya Anda miliki
sehingga Anda sampai pada keputusan
yang maha besar ini.
Berani mencalonkan diri,
menjadi pemimpin Indonesia.
Boleh saya minta Mas Ganjar ke sana Mas?
Berdiri di sini Mas Ganjar.
Nanti ada kamera di sana.
Saya persilahkan untuk berkaca dan merefleksi diri.
Kita juga akan tunjukkan di layar.
Boleh dibuka kameranya di layar
supaya teman-teman bisa melihat pantulan Mas Ganjar.
Sebentar ya Mas, saya akan tunggu teman-teman.
Seperti itu Mas,
nanti tampilannya kalau mau ngintip,
nanti di layar.
Silahkan Mas Ganjar, refleksi Anda.
Sesuatu yang
tidak bisa saya lupakan adalah
pesan kedua orang tua saya.
Kalau soal jabatan,
jangan pernah kamu kejar.
Kalau itu takdirmu,
laksanakan dengan baik.
Jangan pernah korupsi.
Bismillahirrahmanirrahim.
Terima kasih banyak. Terima kasih Mas Ganjar.
Teman-teman kita akan mulai dalam 15 menit.
Setelah ini akan hadir
Panji Prabibaksono.
Dan setelah itu jam 20.30
waktu Indonesia Barat akan hadir
bakal calon presiden Prabowo Subianto.
Sekali lagi dong untuk Ganjar Pranowo.
Terima kasih.